Bismillah

Bismillah
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang

Jumat, 30 November 2012

Cara Memotong Kumis Sesuai Sunnah





Sunnah Memotong Kumis yang melewati bibir (tidak menghabiskan kumis)

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Mengenai jenggot sudah amat jelas bahwa jenggot sama sekali tidak boleh dicukur atau dipendekkan. Lihat bahasan kami di sini. Lalu bagaimanakah dengan kumis? Apakah lebih bagus dipendekkan atau dicukur habis? Pembahasan ini akan menjawabnya dengan menukil perkataan ulama dan berbagai dalil yang menguatkan. Semoga manfaat.
Syaikh Al Albani berkata dalam kitab Adabuz Zifaf, ketika menjelaskan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “أنهكوا الشوارب” , yang dimaksud adalah memendekkan kumis. Kata ini semakna dengan kata “جزوا”. Hal ini berarti memendekkan kumis secara sungguh-sungguh, yaitu memendekkan kumis yang telah melebihi bibir. Bukan yang dimaksud di sini adalah mencukur habis kumis tersebut karena perbuatan semacam ini menyelisihi sunnah (ajaran) Nabi yang shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dicontohkan melalui perbuatan beliau. Oleh karena itu, Imam Malik pernah ditanya mengenai orang yang mencukur habis kumisnya. Beliau rahimahullah menjawab,
أرى أن يوجع ضربا وقال لمن يحلق شاربه : هذه بدعة ظهرت في الناس
Aku beranggapan bahwa orang yang melakukan seperti itu lebih pantas untuk diberi hukuman yaitu dipukul.” Beliau mengatakan lagi terhadap orang yang mencukur habis kumisnya, “Ini adalah perbuatan bid’ah yang nampak di tengah-tengah manusia.” (Dikeluarkan oleh Al Baihaqi. Lihat Fathul Bari 10/285-286). Oleh karena itu, Imam Malik terlihat memiliki kumis yang lebat[1].
Ketika Imam Malik ditanya mengenai mencukur habis kumis, beliau berkata, “Zaid bin Aslam telah menceritakan kepadaku, dari ‘Amir bin ‘Abdillah bin Az Zubair, bahwa ‘Umar radhiyallahu ‘anhu ketika ia marah, ia memotong kumisnya (artinya, tidak mencukur habis, pen), dan beliau meniupnya. (Dikeluarkan oleh Ath Thobroni dalam Al Mu’jam Al Kabir dengan sanad yang shahih).
Diriwayatkan oleh Abu Zur’ah dalam tarikhnya dan Al Baihaqi bahwa lima orang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka memiliki kumis yang lebat dan tampak ujung bibirnya. (Sanad riwayat ini hasan)
Abul Walid Al Baaji dalam Al Muntaqo Syarh Al Muwatho’ (7/266) berkata, “Diriwayatkan Ibnu ‘Abdil Hakam dari Malik, ia berkata, “Bukanlah yang dimaksud ‘ihfausy syarib’ adalah mencukur habis kumis. Aku menganggap orang yang mencukur habis kumis adalah orang yang tidak beradab.” Diriwayatkan pula dari Asy-hab dari Malik, beliau berkata, “Mencukur habis kumis termasuk bid’ah.”
An Nawawi dalam Al Majmu’ (1/340-341) berkata, “Cara memendekkan kumis adalah memendekkanya hingga nampak ujung bibir. Dan janganlah mencukur habis dari akarnya. Inilah yang menjadi pendapat kami.”
Dalam kitab Al Majmu’ juga (1/340), An Nawawi berkata, “Riwayat yang menyatakan “أحفوا..أنهكوا..الشوارب” dimaknai memendekkan kumis tersebut hingga nampak ujung bibir. Jadi kumis tersebut bukanlah dicukur habis dari akarnya.”
Dalam kitab Nihayatul Muhtaj (8/148), Ar Romli mengatakan, “Dimakruhkan mencukur habis kumis”.
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin dalam Majmu’ Al Fatawa (Bab Siwak dan Sunnah Fitroh, 11/54) berkata, “Yang lebih afdhol adalah memendekkan kumis sebagaimana yang dimaksudkan dalam As Sunnah. Sedangkan mencukur habis kumis bukanlah bagian dari sunnah. Memang sebagian ulama menganalogikan (mengqiyaskan) dengan pensyariatan mencukur habis rambut kepala ketika manasik haji. Sebenarnya, ini adalah qiyas yang bertentangan dengan nash (dalil) sehingga tidak teranggap. Imam Malik pernah mengatakan tentang orang yang mencukur habis kumisnya, “Ini adalah bid’ah yang sudah nampak di tengah-tengah manusia.” Janganlah seseorang berpaling dari sunnah (ajaran) yang ada. Ingatlah dengan mengikuti ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ada, maka petunjuk, kemaslahatan, dan kebahagiaan pasti akan digapai.”
Komisi Fatwa Kerajaan Saudi, Al Lajnah Ad Daimah lil Ifta’ ditanya,
"Telah disebutkan dalam beberapa hadits “قصوا الشارب”, apakah yang dimaksud “الحلق” (mencukur habis) berbeda dengan “القص” (memendekkan)? Sebagian orang memendekkan dari ujung kumis hingga nampak bibir atas dan ia sisakan sebagian kumisnya. Atau dapat dikatakan bahwa ia mencukur separuh kumisnya dan meninggalkan separuhnya lagi. Apakah seperti itu maksudnya? Atau yang dimaksud adalah mencukur habis kumis tersebut? Aku sangat mengharapkan jawaban tentang masalah memendekkan kumis ini.”
Para ulama yang duduk di sana menjawab, “Berbagai hadits shahih menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan memendekkan kumis. Di antara hadits tersebut adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
قَصُّوْا الشَوَارِبَ وَأَعْفُوا اللِحَى ؛ خَالِفُوْا المُشْرِكِيْنَ
Pendekkanlah kumis, biarkanlah jenggot, selisilah orang-orang musyrik.” Yang dimaksud “أحفوا الشوارب” adalah bersungguh-sungguh memendekkan. Jika ada yang memendekkan kumis hingga nampak bibir bagian atas atau ia memendekkannya lagi, maka tidaklah mengapa. Karena hadits menerangkan dua cara ini. Jangan sekali-kali kumis itu dibiarkan. Namun hendaklah dipendekkan seluruhnya atau benar-benar dipendekkan. Hal ini dalam rangkan mengikuti ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Fatwa ini ditandatangani oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz, Syaikh ‘Abdur Rozaq ‘Afifi, dan Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud.  Fatwa Al Lajnah Ad Daimah, 5/149)[2]
Dari sini dapat kita lihat bahwa kumis bukanlah dicukur habis. Yang sesuai ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kumis itu hanya dipendekkan hingga nampak ujung bibir bagian atas. Jika seseorang mencukur habis kumisnya hingga akar, maka ia menyelisihi ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebenarnya bukan mencukur habis kumis yang dianggap parah. Yang kita anggap lebih parah adalah kelakuan para pria saat ini, yaitu mencukur habis JENGGOT dan membiarkan kumis memanjang hingga menutupi bibir. Sungguh, kondisi terakhir ini yang sebenarnya lebih parah. Semoga Allah beri taufik pada orang-orang semacam itu kepada Al Haq.
Baca keterangan selengkapnya tentang hukum mencukur JENGGOT di rumaysho.com dalam tiga artikel:
  1. Perintah Nabi agar Memelihara Jenggot.
  2. Hukum Memangkas Jenggot.
  3. Menjawab Sedikit Kerancuan Seputar Jenggot.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Prepared before Jum’atan, in lovely Sakan of KSU, Riyadh, KSA, on 27th Dzulhijjah 1431 H (03/12/2010)
By: Muhammad Abduh Tuasikal


[1] Namun tentu tidak sampai menutupi bibir beliau.
[2] Tulisan ini hasil kajian dari web http://www.sahab.net/forums/showthread.php?t=369680
http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/3275-afdhol-mana-kumis-dicukur-habis-atau-dipendekkan.html

Ternyata Islam Sudah Sempurna





Ternyata Islam Telah Sempurna

Ternyata Islam telah sempurna, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman : “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (QS. Al Ma’idah : 3)
Ayat di atas turun kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika hari Jum’at sore bertepatan dengan hari Arofah, sebagaimana riwayat dari ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim melalui jalan Thoriq bin Syihaab dalam kitab Shahih keduanya :
Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya datang orang Yahudi dan berkata, ‘Wahai Amirul Mu’min, ada satu ayat di dalam kitabmu (al-Qur’an), jika ayat itu turun kepada kami yakni kepada bangsa Yahudi, niscaya kami menjadikan hari itu perayaan.’
Umar bin Khaththab bertanya, ‘Ayat apa itu?’
Orang Yahudi itu berkata, ‘Aku sempurnakan untukmu agamamu (QS. Al-Ma’idah : 3).’
Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, ‘Sesungguhnya aku tau hari diturunkan ayat ini, dan tempat turunnya. Ayat ini turun sedangkan Rasulullah berada di Arafah pada hari Jum’at.” (HR. Bukhari no. 45, Muslim no. 3017)
Ibnu Katsir rahimahullahu ta’ala berkata ketika menafsirkan ayat diatas, “Inilah nikmat Allah ‘azza wa jalla yang tebesar bagi umat ini di mana Allah telah menyempurnakan agama mereka, sehingga mereka pun tidak lagi membutuhkan agama lain selain agama ini, juga tidak membutuhkan nabi lain selain nabi mereka Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, Allah menjadikan Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebagai penutup para nabi, dan mengutusnya kepada kalangan jin dan manusia. Maka perkara yang halal adalah yang beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam halalkan dan perkara yang haram adalah yang beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam haramkan.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, pada tafsir surat Al Ma’idah ayat 3)
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah tertinggal sesuatu pun yang mendekatkan ke Surga dan menjauhkan dari Neraka melainkan telah dijelaskan semuanya kepada kalian.” (HR. Ahmad IV/126-127, Abu Dawud no. 4607, Tirmidzi no. 2676)
Dalam lafazh lain disebutkan bahwa, “Tidak ada sesuatupun yang bisa mendekatkan seseorang ke Surga dan menjauhkannya dari Neraka melainkan telah aku jelaskan semua kepada kalian.” (HR. Ahmad V/153, Ath-Thabrani II/155 no. 1647)
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “‘Tidaklah aku tinggalkan sesuatu pun dari perintah-perintah Allah kepada kalian, melainkan telah aku perintahkan kepada kalian. Begitu pula tidaklah aku tinggalkan sesuatu pun dari larangan-larangan Allah kepada kalian melainkan telah aku larang kalian darinya.” (HR. asy-Syafi’i dalam kitab ar-Risalah hlm. 87-93 no. 289, al-Baihaqi VII/76 lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahihah no. 1803)
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Barangsiapa yang menyangka (menuduh) Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyembunyikan sesuatu dari apa-apa yang diturunkan Allah, sungguh ia telah membuat kedustaan yang sangat besar terhadap Allah tabaraka wa ta’ala. Padahal Allah telah berfirman : “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya.” (QS. Al-Maidah : 67) [HR. Bukhari no. 7380, Muslim no. 177]
Imam Malik rahimahullahu ta’ala berkata, “Barangsiapa yang membuat bid’ah dalam Islam yang ia memandangnya suatu kebaikan, maka sungguh ia telah menuduh Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengkhianati risalah. Hal itu dikarenakan Allah telah berfirman: “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu.” (QS. Al-Ma’idah : 3)
Maka apa saja yang pada hari itu (yaitu hari dimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam beserta para shahabatnya masih hidup) bukan merupakan bagian dari agama, maka begitu pula pada hari ini bukan menjadi bagian dari agama.” (Al-I’tisham I/49)
Subhanallah, sungguh indah perkataan Imam Malik rahimahullah diatas.
Islam itu sebenarnya mudah, tidak perlu membuat-buat perkara baru dalam agama yang tidak ada dasarnya dari syari’at cukup baginya mendengar dan taat pada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

Sumber  :