Tanya :
Apakah beragama dengan benar itu cukup dengan mengaku
Ahlussunnah wal Jamaah dankembali kepada Alquran dan Sunnah ?
Jawab :
Tentu saja tidak malah justru dewasa
ini marak pengakuan dari berbagai pihak yang mengklaim dirinya Ahlus Sunnah Wal
Jama’ah sehingga menyebabkan adanya kerancuan dan kebingungan dalam persepsi
banyak orang tentang Ahlus Sunnah Wal Jama’ah,sehingga ada yang kembali
memahami Alquran dengan tafsir sendiri-sendiri dan memahami dengan akal dan
otak,memahami hadits memakai akal dan otak dan
takwil-takwil lainnya.
Maka yang paling benar
dalam hal ini adalah kembali kepada Alquran dan Sunnah sebagaimana pemahaman para sahabat terdahulu .
Sesuai dengan wasiat
Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wasallam dalam sabdanya sbb :
“Rasulullah sholat bersama kami sholat
Shubuh, kemudian beliau menghadap kepada kami kemudian menasehati kami dengan
suatu nasehat yang hati bergetar karenanya dan air mata bercucuran, maka kami
berkata : “Yaa Rasulullah seakan-akan ini adalah nasehat perpisahan maka
berwasiatlah kepada kami”. Maka beliau bersabda : “Saya wasiatkan kepada kalian
untuk bertaqwa kepada Allah dan mendengar serta taat walaupun yang menjadi
pemimpin atas kalian seorang budak dari Habasyah (sekarang Ethopia) karena
sesungguhnya siapa yang hidup di antara kalian maka ia akan melihat
perselisihan yang sangat banyak maka berpegang teguhlah kalian kepada sunnahku
dan kepada sunnah para Khalifah
Ar-Rasyidin yang mendapat petunjuk, gigitlah ia dengan gigi geraham dan
hati-hatilah kalian dengan perkara yang baru, karena setiap perkara yang baru
adalah bid’ah.”. Hadits shohih
Tanya :
Kenapa sih memahami Alquran dan Sunnah itu harus
dengan Pemahaman Sahabat Rosulullah??
Jawab :
Para sahabat adalah manusia terbaik, karena mereka
merupakan murid-murid Rasulullah. Dibandingkan dengan generasi-generasi
sesudahnya, mereka lebih memahami Al Qur’an. Mengapa? Karena mereka menghadiri
turunnya Al Qur’an, mengetahui sebab-sebab turunnya. Dan mereka, juga bertanya
kepada Rasulullah tentang ayat yang sulit mereka fahami.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku (yaitu generasi sahabat), kemudian orang-orang yang mengiringinya (yaitu generasi tabi’in), kemudian orang-orang yang mengiringinya (yaitu generasi tabi’ut tabi’in). [Hadits mutawatir, riwayat Bukhari dan lainnya.”)
Hal
ini juga ditegaskan oleh para ulama mazhab
diantaranya :
Imam Abu Hanifah :
“Aku berpegang kepada Kitab Allah. Kemudian apa yang
tidak aku dapati (di dalam Kitab Allah, maka aku berpegang) kepada Sunnah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika aku tidak dapati di dalam Kitab
Allah dan Sunnah Rasulullah, aku berpegang kepada perkataan-perkataan para
sahabat beliau.Aku akan berpegang kepada perkataan orang yang aku kehendaki.
Dan aku tinggalkan perkataan orang yang aku kehendaki diantara mereka. Dan aku
tidak akan keluar dari perkataan mereka kepada perkataan selain mereka. “
[Riwayat Ibnu
Ma’in dalam Tarikh-nya, no. 4219. Dinukil dari Manhaj As Salafi ‘Inda Syaikh
Nashiruddin Al Albani, hlm. 36, karya ‘Amr Abdul Mun’im Salim].
Imam Malik bin Anas :
Imam Ibnul
Qoyyim menyatakan, bahwa Imam Malik rahimahullah berdalil dengan ayat 100,
surat At Taubah, tentang kewajiban mengikuti sahabat
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama
(masuk Islam) diantara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah menyediakan
bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal
di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar. [At
Taubah:100].
(I’lamul
Muwaqqi’in (2/388), karya Ibnul Qoyyim)
Imam Asy Syafii :
“Selama ada Al Kitab dan As Sunnah, maka alasan
terputus atas siapa saja yang telah mendengarnya, kecuali dengan mengikuti
keduanya. Jika hal itu tidak ada, kita kembali kepada perkataan-perkataan para
sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau salah satu dari mereka”
(Riwayat Baihaqi
di dalam Al Madkhal Ilas Sunan Al Kubra, no. 35. Dinukil dari Manhaj As Salafi
‘Inda Syaikh Nashiruddin Al Albani, hlm. 36 dan Manhaj Imam Asy Syafi’i Fi
Itsbatil Aqidah (1/129), karya Syaikh Dr. Muhammad bin Abdul Wahhab Al ‘Aqil.)
Imam Ahmad bin Hambal :
“Pokok-pokok Sunnah menurut kami adalah: berpegang
kepada apa yang para sahabat Rasulullah berada di atasnya, meneladani
mereka, meninggalkan seluruh bid’ah. Dan seluruh bid’ah merupakan kesesatan …”
[Riwayat Al
Lalikai; Al Muntaqa Min Syarh Ushulil I’tiqad Ahlis Sunnah Wal Jama’ah, hlm.
57-58].
Tanya :
Trus Apa bedanya donk manhaj salaf dengan organisasi masa
yang sekarang ada di Indonesia seperti
Muhammadiyah,PERSIS,NU ??
Perlu difahami terlebih dahulu Salafusholih adalah sebuah manhaj atau cara
beribadah yang merujuk kepada pemahaman
para sahabat dalam memahami Alquran dan Hadits sahih.Ketiga Ormas ini bisa dibilang sebagai Ahlusunnah wal jamaah secara umum karena mereka memakai prinsip-prinsip akidah Islam dengan berpegangan kepada 5 rukun Islam ,6 Rukun Iman,sehingga dalam hal ini ketiga ormas ini disebut Ahlusunnah wal jamaah secara umum.
Adapun dalam pengertian Ahlu Sunnah wal Jama’ah atau Salaf Sholeh secara khusus, ketiga ormas tersebut belum bisa secara sempurna dimasukkan dalam katagori tersebut, karena ada sebagian manhaj mereka tidak sesuai dengan apa yang dipahami oleh Salaf Sholeh selain mereka mengikuti Partai dalam demokrasi yang jelas-jelas tidak pernah satu pun para sahabat yang mempunyai partai semasa hidupnya. Adapun beberapa perbedaan lainnya seperti :
NU : walaupun mereka mengaku sebagai Ormas yang memakai Mazhab Asy Syafii dalam hal fiqih akan tetapi ormas Nahdlatul Ulama masih menggunakan madzhab Asy’ari di dalam menafsirkan Asma’ dan Sifat Allah ,yang berbeda dengan madzhab Sahabat, atau Ahlus Sunah wal Jama’ah atau Salaf Shaleh, bahkan berbedan dengan Mazhab nya 4 imam (Hanifah,Maliki,Syafii dan Hambali) yaitu tidak mentakwilkan ayat-ayat Asma’ dan Sifat tersebut.
Adapun ormas Muhammadiyah dalam hal ini sama dengan ormas PERSIS (Persatuan Islam) dalm aqidahnya mereka tidak menakwilakn ayat2 Asma dan Sifat Allah ,hanya saja dari beberapa Ijtihadnya sangat berbeda jauh dengan ijtihad para sahabat.misal :
Muhammadiyah : Didalam Himpunan Putusan Tarjihnya ormas ini membolehkan adanya peringatan “Maulid Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam” adapun hal ini tidak pernah dilakukan sekalipun oleh para sahabat Radiyallahu anhu,.
PERSIS : Organisasi masa ini mempunyai kemiripan yang hampir sama dalam jalan (manhaj) beragamanya dengan Salafushalih akan tetapi di beberapa bagian mereka memakai kaidah-kaidah istinbath yang sebenarnya justru bertentangan dengan Salafushalih karena banyaknya penggunaan akal dan logika diantaranya.”bila hadits sahih seolah2 bertentangan dengan Alquran maka hadits sahih itu di mansukh dan diambil dalil dari Alquran” sehingga akibatnya hukum emas menjadi makruh,dan hukum sutra juga menjadi makruh dsb.
Dan banyak lagi beberapa perbedaan diantara ormas-ormas tersebut sehingga walaupun dari sebagian mereka menempuh jalan salafushalih tapi di bagian yang lain mereka menyelisihi salafushalih.
Untuk menjadi bagian dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah secara lebih utuh, atau agar berada di dalam manhaj Salaf Sholeh secara lebih sempurna, maka ormas-ormas tersebut perlu mengadakan kajian-kajian yang lebih intensif dan mendalam khususnya dalam masalah – masalah aqidah, manhaj, maupun fiqh. Wallahu A’alam.
Di kutip dan ditambahkan sedikit dari sumber :
http://abunamira.wordpress.com/2011/08/21/nu-muhammadiyah-dan-persis-apakah-termasuk-salaf-sholeh/